PKIP bagi ilmu: Pemimpin bukan ‘Tukang Perintah’


Seperti halnya ada kategori baik jika ada kategori buruk. Pemimpin pun sama, dia tak akan disebut pemimpin jika tak ada yang dipimpinnya. Acapkali pemimpin identik dengan orang yang dengan mudahnya memerintah bawahannya, otoriter, temperamental, perfeksionis, dan hal-hal lain sesuai dengan persepsi pribadi masing-masing. Hal-hal ini dapat menimbulkan ketakutan untuk berekspresi pada anak buahnya dan mendorong mereka cenderung berbohong serta bergunjing di belakang pimpinan. Untuk menjadi pemimpin yang membuat betah anak buah bekerja salah satunya bergantung pada komunikasi dan pendekatan kepada para anak buah.
Manusia pada hakikatnya berbeda satu dengan yang lain. Dalam ilmu-ilmu sosial, idea tentang perbedaan manusia datangnya dari psikologis. Oleh karena perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan manusia ingin diperlakukan berbeda.
Setiap orang memiliki karakteristik, latar belakang, dan masalah yang berbeda-beda. Sehingga, jika perlakuan terhadap anak buah disamakan dapat menurunkan motivasi kerja mereka dalam organisasi. Misalnya saja, karyawan A memiliki keterampilan tinggi dan motivasi rendah dengan karyawan B yang kurang memiliki keterampilan dengan motivasi tinggi. Pemimpin tak serta merta memaksa mereka untuk terus bekerja dengan segala masalah-masalah yang mereka hadapi. Dalam bekerja, seorang pemimpin harus tetap memperlakukan mereka sebagai manusia secara utuh. Untuk karyawan A, pemimpin perlu melakukan pendekatan interpersonal untuk mengetahui apa yang membuat karyawan tersebut tidak semangat melaksanakan pekerjaannya. Sementara untuk karyawan B pemimpin sebaiknya melatih atau memberi training untuk meningkatkan keterampilannya dalam bekerja. Maka dari itu bawahan bukan hanya seorang yang terus diberi perintah tapi juga harus dibimbing.
Seorang pemimpin tidak hanya memiliki kekuasaan saja namun juga kemampuan dan kewibawaan. Dengan adanya ketiga unsur tersebut, secara otomatis bawahan akan memiliki rasa respect atau hormat pada pimpinan dan siap menjalankan perintah yang diberikan.

Tipe Kepemimpinan

Tipe-tipe kepemimpinan yang dikenal ada Tipe Otoriter, Tipe Liberal, dan Tipe Demokratis. Namun, selain itu semua tipe yang ideal adalah Tipe Kepemimpinan Situasional. Dimana dalam tipe ini, cara seorang memimpin menyesuaikan situasi daripada bawahan. Jadi, bukan anak buah yang menyesuaikan diri dengan atasan tetapi atasanlah yang beradaptasi dengan bawahan.
Tipe Kepemipinan Otoriter akan berlaku bila para karyawannya tidak memiliki kemampuan dan kemauan sehingga perlu dipaksa dalam melaksanakan perintah. Akan sangat berdampak buruk jika dengan kondisi anak buah yang sedemikian rupa pemimpin justru membebaskan mereka bekerja(liberal) atau pemimpin menanyakan, “apakah kalian ingin bekerja hari ini?” yang kemudian dijawab oleh para bawahan dengan, “tidak/malas”, lalu pemimpin hanya menanggapi, “ya, sudah,”(demokratis).
Dengan kondisi semacam ini dapat mengancam produktivitas kerja daripada organisasi tersebut. Dengan perhitungan produktivitas yang terganggu, maka kinerja karyawan pun aka turun akibatnya tujuan organisasi tidak tercapai. Apa salahnya memiliki pemimpin yang perfeksionis namun tetap objektif dan rasional? Seharusnya pemimpin yang seperti itu dapat membuat para karyawan untuk belajar karena tahu letak kesalahan-kesalahan masing-masing.
Selanjutnya, Tipe Kepemimpinan Liberal. Tipe ini akan ideal jika diberlakukan pada karyawan yang memiliki keterampilan tinggi dan dibarengi dengan motivasi yang tinggi pula. Dengan kondisi yang demikian, bawahan dengan motivasi tinggi akan semakin mengembangkan diri dan meningkatkan keterampilannya dalam bekerja. Karenanya pemimpin harus mempertahankan bawahan yang hebat untuk betah bekerja padanya.
Dalam bekerja, bawahan sangat bergantung pada atasan. Ibaratnya, jika dia telah melakukan sebuah inovasi dan atasan tidak menyetujui, maka masyarakat tetap tak akan tahu inovasi tersebut. Sehingga, komunikasi antar atasan dan bawahan harus tetap terjaga. Seorang pemimpin memang tak harus pandai secara substansial, namun harus pandai dalam mempengaruhi dan memanajemen bawahan. Sehingga dalam tipe ini, seringkali dijumpai bawahan yang lebih pintar dari atasan. Pemimpin yang seringkali melaksanakan supervisi terhadap pekerja dengan ciri tersebut akan mempengaruhi ketidaknyamanan pekerja apalagi hingga turut campur meskipun dia tidak tahu dan dapat menimbulkan kekecewaan. Kekecewaan akan dapat mempengaruhi keharmonisan dalam bekerja. Makanya, jika hal ini terus berlanjut akan menimbulkan kudeta dari bawahan ke pemimpin karena mereka menganggap lebih mampu dari sang pemimpin.
Tipe kepemimpinan yang selanjutnya adalah Tipe Kepemimpinan Demokratis. Tipe dapat diberlakukan jika bawahan berada dalam kondisi mempunyai motivasi tinggi namun tidak banyak keterampilan yang dia punya atau dia memiliki segudang keterampilan namun tidak ada motivasi untuk bekerja. Seperti yang disebutkan di awal, perlu pendekatan dan komunikasi untuk tetap menjaga keharmonisan dalam bekerja. Orang yang punya keterampilan namun tidak mau bekerja dimungkinkan dia memiliki masalah. Sehingga pemimpin perlu melakukan pendekatan-pendekatan interpesonal dengan sang karyawan apa yang membuatnya tak bergairah untuk bekerja. Hal ini cukup diakui sulit untuk mengubah pandangan anak buah yang dalam keadaan demikian. Sementara, anak buah yang mempunyai motivasi tinggi namun sedikit keterampilan akan sangat bergairah jika mereka dibekali dengan pelatihan atau training.
Ketiga tipe kepemimpinan tersebut dapat berlaku dalam sebuah organisasi, tergantung bagaimana tipe orang-orang yang dipimpinnya(Tipe Kepemimpinan Situasional). Karenanya sangat penting bagi pemimpin untuk melakukan identifikasi bawahan setiap hari. Sehingga penerapan tipe kepemimpinan terhadap setiap bawahan sesuai. Masalah setiap orang tidak sama setiap harinya. Makanya kita perlu mengenal secara dekat bawahan kita. Mereka bekerja pun untuk kita. Jadi, seandainya bawahan mau atau tidak mau kerja terserah bawahan. Namun, jangan seenaknya langsung menerapkan tipe otoriter seperti mangancam gaji mereka. Justru dengan membangun komunikasi yang baik dengan bawahan, pemimpin akan lebih dekat dengan bawahan dan bawahan akan semakin menghormati atasan serta sudah seharusnya atasan senang jika bawahan mau terbuka terutama mengenai kritik tentang diri atasan.
Disamping itu, pemimpin juga harus bisa menyeimbangkan bawahan dalam posisi mau dan mampu. Jangan segan memuji anak buah jika memang mereka berprestasi. Mereka tak hanya butuh dukungan materil tapi juga dukungan moril, reward tidak harus dalam bentuk uang. Karena ketika anak buah berprestasi yang hebat adalah pemimpinnya. Hal ini menunjukan kepiawaian pemimpin dalam memanajemen bawahannya sehingga dapat berkembang, tak terbebani, dan betah. Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mengenal bawahannya.


(ringkasan kuliah Pengembangan Organisasi materi Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan dalam Organisasi tanggal 9 April 2013)

Komentar

Postingan Populer